Punya Dosen Killer? Nih, 3 Tips Biar Nilaimu Tetap Bagus

Ketika kamu tidak menyukai seorang dosen, apalagi menganggapnya dosen killer, secara otomatis kamu telah menutup sebagian atau bahkan keseluruhan hati untuk menerima kuliah atau pelajaran yang diberikan oleh dosen tersebut. Analoginya, bagaimana sebuah gelas bisa terisi jika gelasnya tertutup? Bagaimana kamu bisa menerima sepenuh hati apa yang diberikan sang dosen jika sebelum kuliah dimulai, kamu sudah merasa tidak suka, malas, atau bahkan benci? Daripada perasaan-perasaan itu nantinya malah berimbas ke IPK kamu, yuk ikuti tips berikut:

Berusaha menyukai dosen dan tidak menganggapnya killer

Dosen Killer

pixabay.com

Jika kamu tidak suka pada seorang dosen karena beliau sering marah dan pelit dalam memberi nilai atau dengan kata lain bisa disebut dosen killer, buatlah anggapan bahwa sang dosen adalah orangtua kamu di kampus. Jadi, ketika dosen itu marah, hal itu bukan masalah besar bagimu. Dalam arti tidak sampai membuat kamu membenci atau mendendam. Anggap saja kamu sedang dimarahi oleh orangtuamu sendiri karena kamu tahu bahwa kemarahan beliau adalah untuk meluruskan dan untuk kebaikanmu.

Seperti halnya saat orangtua sendiri marah, biasanya tidak sampai membenci mereka, bukan? Seandainya mereka sebenarnya khilaf atau salah, tentu kamu akan menanggapinya dengan cara santun. Setelah itu, kesalahpahaman akan sirna tanpa ada ganjalan atau emosi negatif yang membekas dalam hati.

Sering mengunjungi/menyapa dosen

pixabay.com

Kalau kamu kebetulan aktivis kampus yang kerjanya “tukang demo” atau mahasiswa yang suka mengkritik, kenal dan menjaga hubungan baik dengan dosen-dosen (apalagi dengan dosen killer) itu wajib hukumnya. Ini juga berlaku untuk para mahasiswa kutu buku. Jangan malas apalagi alergi dengan dosen killer. Ibaratnya beliau itu orangtuamu di kampus. Mungkin saat ini kamu merasa belum/tidak membutuhkan beliau, namun siapa tahu suatu saat kamu sangat membutuhkan beliau.

Saat bertemu si dosen killer, usahakan untuk selalu menyapa. Sesekali berkunjunglah ke ruangan beliau untuk bersilaturrahmi atau berdiskusi. Semua itu sekali lagi akan sangat berguna bagi kamu, misalnya saat butuh rekomendasi kerja maupun beasiswa.

Menjadi asisten lab

pixabay.com

Menjadi asisten lab tidak diragukan lagi manfaatnya. Selain kamu menjadi lebih kenal dekat dengan “si dosen killer”, juga dikenal oleh mahasiswa lain serta dihormati oleh mahasiswa angkatan bawah. Selain itu, bisa menjadi investasi yang sangat berharga di masa yang akan datang.

Dengan menjadi asisten lab, otomatis kamu terpacu untuk mempertahankan IPK agar tetap bagus karena salah satu syarat mutlak untuk menjadi asisten lab adalah kamu harus mempunyai IPK minimal nilai B untuk mata kuliah yang bersangkutan.

Manfaat penting lainnya dari kedekatan dengan dosen akan sangat dirasakan oleh kamu yang bercita-cita menjadi dosen di almamater tercinta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi dosen di sebuah kampus, kamu harus lebih dulu direkomendasikan oleh salah seorang dosen tempat kelak kamu akan bekerja. Masalah tidak sampai di situ, setelah sukses mendapat rekomendasi dari seorang dosen, maka untuk benar-benar lolos dan diterima menjadi dosen, kamu harus mendapat persetujuan dari dosen-dosen lain yang ada di lab itu.

Nah, menjadi asisten lab, tentu membuka peluang sejak awal untuk menjadi dosen, karena kedekatan secara personal pelan-pelan bisa kamu bangun saat menjadi asisten beliau di lab. Manfaat lainnya bisa kamu dapat saat ingin mendapatkan beasiswa S2 dan S3. Menjadi asisten lab bisa menaikkan nilai jual kamu di mata pemberi beasiswa. Kamu juga bisa memanfaatkan kedekatan dengan dosen tersebut untuk mendapatkan rekomendasi beasiswa. Selain itu, tentu saja kompetensi akademis kamu tetap terjaga karena menjadi asisten mensyaratkan penguasaan praktikum yang diberikan.

Exit mobile version