Mengenal Pendidikan Karakter di Beberapa Negara

Williams dan Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha yang dilakukan oleh personel sekolah, orang tua, dan anggota masyarakat untuk membantu anak-anak dan remaja agar memiliki simpati, pendirian, dan tanggung jawab. Sementara itu, setiap negara memiliki perbedaan budaya yang berpengaruh terhadap cara dan esensi penyampaian nilai positif ini. Simak ulasan berikut untuk penjelasan lebih lanjut.

Pendidikan Karakter di Jepang

pendidikan karakter

pixabay.com

Salah satu negara di Asia Timur ini menekankan nilai bahwa setiap manusia harus berguna bagi masyarakat, tidak merugikan orang lain, mengetahui cara berinteraksi, memahami emosi lawan bicara, menekan sifat egois, mau bekerja sama, disiplin, dan tertib. Maka, tidak heran masyarakat di negara ini terkanal amat disiplin dan memiliki etos kerja yang tinggi.

Lalu, bagaimana cara pengaplikasiannya di sekolah? Beberapa kegiatan umum yang biasa dilakukan di Jepang dalam membangun karakter siswanya di antaranya dengan  menempelkan ucapan terima kasih pada teman di media berbentuk hati, membuat karya berupa peta suatu rute lalu menuliskan semacam peringatan saat melewati jalan tersebut, melakukan piket membersihkan kelas serta mengurus makan siang sesuai jadwal, mendidik siswa agar mempunyai target setiap semester, menulis koran dengan tangan, hingga menumbuhkan simpati melalui gambar yang kemudian ditindaklanjuti oleh sang guru dengan bertanya bagaimana ketika mereka berada di situasi tersebut.

Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut di sekolah, masyarakat Jepang memiliki pemahaman dan cara pandang yang kuat tentang kesopanan, kecerdasan, dan etos kerja. Tak heran jika Jepang menjadi salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik.

Pendidikan Karakter di Belanda

pixabay.com

Negara kincir angin ini lebih melihat siswa sebagai pusat perhatian di sekolah dibandingkan bidang studi yang dipelajari. Itu sebabnya, materi pelajaran tidak ditetapkan untuk satu tahun ajaran, sehingga tidak ada yang akan tinggal kelas.

Sekolah di Belanda mengajarkan bidang studi yang tidak diujikan dalam ujian formal, di antaranya ilmu-ilmu sosial (maatschaapijleer) seperti pendidikan karakter, materi tentang rumah dan lingkungan, kerja dan waktu luang, negara dan masyarakat, teknologi dan masyarakat, serta hubungan internasional. Penyampaian materi ini diharapkan menjadi bekal siswa dalam menjalani kehidupan sebagai manusia terdidik.

Nilai yang ingin dikedepankan negara ini pun pada akhirnya akan memberikan pengertian bahwa penentu masa depan bukan hanya bersumber pada ijazah, melainkan pengalaman.

Pendidikan Karakter di Denmark

pixabay.com

Denmark adalah negara yang mengedepankan aspek individualisme, tetapi tetap menanamkan cara hidup secara berkelompok. Hal ini terbukti dari penempatan siswa dalam kelas yang sama selama sembilan tahun pertama bersekolah. Selama periode ini, mereka hanya diajarkan sejarah bangsa, geografi, pendidikan agama Kristen, dan bahasa. Setelah itu, barulah guru memberikan mata pelajaran kontemporer dengan membahas permasalahan tertentu.

Siswa di Denmark dilatih untuk membuat keputusan dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, OSIS dan pengurus kelas memiliki kekuasaan besar dalam hal demokrasi. Namun, agar proses ini berjalan lancar, guru, kepala sekolah, dan perwakilan orang tua juga memiliki andil yang cukup seginifikan.

Pendidikan Karakter di Jerman

pixabay.com

Ada enam nilai positif yang diajarkan di sekolah-sekolah Jerman, yaitu kejujuran, toleransi, kedisiplinan, gemar membaca, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Adapun tujuan melatih siswa untuk memiliki sikap-sikap tersebut adalah agar mereka mampu bermasyarakat dan menempatkan diri dengan baik.

Enam nilai positif di atas memiliki kesamaan dengan capaian sikap yang ada dalam kurikulum 2013, tetapi cara pengajaran di Indonesia ini terdiri dari 16 poin. Selain bertujuan sama seperti di sekolah Jerman, delapan lainnya mengedepankan ketataan beragama dan cinta tanah air.

Itulah cara pengaplikasian dan esensi pendidikan karakter di beberapa negara. Meski berbeda-beda, mereka sama-sama memiliki tujuan agar siswa dapat bermasyarakat dengan baik, sesuai nilai tertentu yang diutamakan. Selain di sekolah, peran orang tua dan lingkungan sekitar juga berperan dalam memaksimalkan capaian ini.

Exit mobile version