Depresi di Bangku Sekolah

Secara umum, depresi merupakan gangguan jiwa yang membuat penderitanya mengalami perubahan negatif yang signifikan dalam hidup mereka. Gejalanya bisa berupa merosotnya emosi sehingga penderita selalu mengalami kesedihan, menurunnya produktivitas, bahkan pemikiran untuk mengakhiri hidup. Depresi bisa terjadi pada siapa saja, dan yang paling mencemaskan adalah depresi di bangku sekolah.

Depresi pada kaum muda lebih mengkhawatirkan karena peran dan potensi mereka dalam kehidupan masyarakat. Sebut saja masa depan mereka seharusnya lebih panjang. Mereka pantas menjalani kehidupan yang positif saat tumbuh, memiliki resolusi yang matang dan impian untuk dicapai di masa depan. Dilema lainnya, penderita depresi justru cenderung tidak menunjukkan gelagat tersebut ke dunia luar.

Ketika anak mengalami depresi di bangku sekolah, kita mungkin tidak tahu siapa yang tengah dihadapinya. Teman sekelas yang terlihat riang belum tentu tidak mengidap depresi. Kapten tim basket yang tampil prima saat turnamen bisa saja setiap malam memikirkan bunuh diri. Mencemaskan, bukan? Tetapi, jika Anda memahami depresi dan gejala-gejalanya, Anda bisa mengetahui apakah seseorang tengah depresi.

Apa saja gejala-gejala tersebut?
Bagaimana cara mengenalinya?

Emosi Negatif

Depresi Di Bangku Sekolah - Highster Mobile

Depresi Di Bangku Sekolah – Highster Mobile

Para penderita depresi akan mengalami penurunan emosi yang signifikan. Mulai dari merasa sedih setiap waktu, sampai akhirnya mati rasa dan berujung pada pertanyaan untuk apa ia hidup. Pada anak yang mengalami depresi di bangku sekolah, Anda bisa mengenali cirinya dari ekspresinya saat tidak berinteraksi dengan siapa pun. Apa yang ia perlihatkan saat berada di tongkrongan, atau ketika presentasi di depan kelas, bisa jauh berbeda saat ia yakin tidak ada mata yang melihatnya.

Produktivitas yang Menurun

Depresi Di Bangku Sekolah – ABC News

Dalam kasus depresi di bangku sekolah, gejala ini sangat mungkin untuk mudah dikenali. Sebelumnya, teman sebangku Anda merupakan murid yang giat, tidak pernah melewatkan tugas, dan cerdas menjawab pertanyaan dari guru. Namun, sekarang Anda melihat teman tersebut sering kewalahan mengerjakan latihan, lupa mengerjakan tugas rumah, dan gugup. Bukan berarti ia berubah menjadi seorang pemalas. Ia bisa saja tengah mengalami sebuah masa sulit; depresi.

Memulai Kebiasaan Buruk

Depresi Di Bangku Sekolah – Rhuncovered.co.uk

Mengalami depresi di bangku sekolah memang situasi kompleks yang serba sulit. Terkadang, untuk mengusir kesedihan atau sekurang-kurangnya melupakan sesaat, si penderita kerap memulai kebiasaan tidak sehat dalam hidupnya.

Sebagai contoh, rekan Anda dalam tim basket dulunya merupakan anak yang menaruh perhatian besar pada kesehatan. Tapi, belakangan Anda sering memergokinya tengah merokok atau bahkan mengonsumsi alkohol. Padahal, Anda juga tahu ia berada dalam pergaulan yang tepat. Hal ini bisa ia lakukan karena ia merasa kapasitasnya tidak cukup untuk menampung masalah, maka ia memutuskan untuk mencari distraksi. Yang sayangnya, bersifat negatif.

Hidup Ini Apa? Hidup Ini Untuk Apa?

Depresi Di Bangku Sekolah – Adoption Learning Partners

Pada umumnya, penderita depresi tidak akan berceloteh panjang tentang kematian di depan banyak orang. Mereka lebih sering menyimpannya sendiri. Jika Anda mengenali gejala-gejala depresi sebelumnya pada seseorang, Anda bisa mulai mencari tahu pandangannya mengenai hidup.

Cobalah untuk mengajaknya bicara. Bahas sesuatu yang tidak biasa diperbincangkan, yakni tentang hidup. Mulanya, ia mungkin akan menjawab sekenanya. Cobalah untuk menarik antusiasnya, hingga ia sangat serius dan mulai menunjukkan pemikiran sebenarnya. Dari pandangannya, Anda akan bisa menarik kesimpulan apakah ia tengah depresi atau tidak.

Itulah gejala-gejala depresi secara umum yang mudah dikenali. Secara mendalam, depresi bisa lebih rumit dan gelap daripada apa yang kita bayangkan. Dampak yang ditimbulkan juga sangat merugikan, entah untuk individu, maupun orang banyak. Oleh karena itu, dibutuhkan empati untuk mengenali dan memahami mereka. Tidak cukup hanya merasa kasihan, tapi berusaha menempatkan diri pada posisi mereka, mengulurkan bantuan, merupakan hal yang lebih manusiawi.

Exit mobile version